Jakarta, 10 Oktober 2024 – Optimalisasi penerimaan pajak dari perdagangan aset kripto masih menunggu kepastian pengalihan pengawasan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ditargetkan rampung pada awal 2025.
Ketua Indonesian Fiscal and Tax Administration Association (IFTAA) Prianto Budi Saptono menjelaskan bahwa potensi penerimaan pajak kripto akan sangat bergantung pada jenis dan tarif pajak yang akan ditetapkan setelah peralihan pengawasan tersebut.
“Saat peralihan pengawasan ke OJK terjadi, akan muncul persoalan legalitas dan hierarki hukum yang perlu diperhatikan. Pasalnya, berdasarkan Pasal 23A UUD 1945, pengenaan pajak di Indonesia harus didasarkan pada undang-undang,” jelasnya.
Skema Perpajakan Saat Ini
Saat ini, perpajakan aset kripto mengacu pada UU PPh dan UU PPN dengan peraturan teknis berupa Peraturan Menteri Keuangan No. 68/PMK.03/2022 (PMK 68/2022). Regulasi ini mengatur pengenaan PPN dan PPh atas transaksi perdagangan aset kripto sebagai berikut:
Pajak Pertambahan Nilai (PPN):
1. 1% dari nilai transaksi aset kripto yang diserahkan oleh penjual
2. 11% dari nilai jasa penyediaan sarana elektronik untuk transaksi perdagangan aset kripto
3. 1,1% atas nilai jasa verifikasi transaksi dan/atau jasa manajemen kelompok penambang aset kripto
Pajak Penghasilan (PPh):
1. PPh Pasal 22 final sebesar 0,1% dari nilai transaksi penjualan aset kripto
2. Tarif umum sesuai Pasal 17 UU PPh untuk penghasilan dari penyediaan sarana elektronik
3. PPh Pasal 22 final sebesar 0,1% dari penghasilan penambangan aset kripto
Tantangan Regulasi
Prianto menekankan adanya potensi kendala regulasi dalam peralihan pengawasan ke OJK. “UU perpajakan yang berlaku saat ini memberikan amanat pengaturan teknisnya dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan/atau Peraturan Menteri Keuangan, bukan Peraturan OJK,” ujarnya.
Optimalisasi Penerimaan
Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak dari sektor kripto, Prianto menyarankan agar otoritas yang nantinya berwenang dapat memastikan terciptanya ekosistem perdagangan aset kripto yang semarak, serupa dengan transaksi aset keuangan lainnya seperti saham atau surat utang.
Langkah ini menjadi krusial mengingat potensi pertumbuhan pasar aset kripto di Indonesia yang terus berkembang. Kejelasan regulasi dan pengawasan yang efektif diharapkan dapat mendorong peningkatan volume transaksi sekaligus optimalisasi penerimaan pajak dari sektor ini.