Peningkatan Pengeluaran Pajak Kelas Menengah: Penyebab dan Tantangan ke Depan

Jakarta, 6 September 2024 – Data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan adanya peningkatan pengeluaran pajak di kalangan masyarakat kelas menengah. Pada tahun 2019, indeks pengeluaran untuk membayar pajak tercatat sebesar 3,48, namun pada tahun 2024, indeks ini melonjak drastis. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mengenai penyebab dan dampak dari peningkatan pengeluaran pajak tersebut terhadap kelas menengah yang dianggap rentan jatuh ke garis kemiskinan.

Menanggapi hal ini, Prianto Budi, selaku Ketua Indonesian Fiscal and Tax Administration Association (IFTAA) serta seorang pengamat ekonomi, praktisi, akademisi, dan peneliti di Pratama-Kreston Tax Research Institute, memberikan pandangan yang mendalam. Dalam wawancaranya, ia menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan pengeluaran masyarakat untuk membayar pajak. Salah satu faktor utamanya adalah perubahan dalam kebijakan perpajakan pemerintah.

Pergeseran Kebijakan Pajak: Dari Pendapatan ke Konsumsi

Prianto menyoroti bahwa pemerintah telah mulai menggeser basis pemajakan dari pajak berbasis penghasilan (PPh) ke arah pajak berbasis konsumsi (PPN). “Pengeluaran masyarakat menjadi salah satu basis pemajakan yang dikenal dengan istilah expenditure-based taxation atau consumption-based taxation,” jelasnya. Pajak berbasis konsumsi ini mencakup tiga jenis pajak utama: Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Cukai, dan Pajak Daerah (PBJT).

  • PPN dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri.
  • Cukai berlaku untuk hasil tembakau, seperti rokok.
  • Pajak Daerah (PBJT) meliputi pajak atas transaksi barang dan jasa tertentu, termasuk di restoran dan hotel.

“Peningkatan konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa di ketiga objek pajak tersebut secara otomatis meningkatkan penerimaan pajak,” tambahnya.

Hal ini sejalan dengan kebijakan yang tertuang dalam UU APBN 2024, di mana pemerintah mengarahkan basis pemajakan lebih ke konsumsi. Dengan adanya pergeseran ini, konsumsi masyarakat kelas menengah berpengaruh langsung terhadap peningkatan beban pajak mereka.

Tantangan bagi Kelas Menengah: Perlu Insentif Pajak?

Selain membahas penyebab peningkatan pajak, Prianto juga menyentuh isu penting terkait dampak kebijakan pajak terhadap kelas menengah yang rentan. Menurutnya, pemerintah perlu mempertimbangkan insentif pajak untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah, terutama di sektor-sektor yang memiliki efek pengganda besar terhadap perekonomian.

“Saat ini, pemerintah masih memberikan insentif pajak melalui kebijakan Pajak Ditanggung Pemerintah (DTP) secara selektif, terutama di sektor properti,” ungkapnya. Insentif ini bertujuan untuk menjaga ketahanan ekonomi masyarakat dan biasanya akan dicabut kembali setelah ekonomi mulai pulih.

Namun, Prianto menekankan bahwa pemberian insentif harus dilakukan secara hati-hati dan selektif, mengingat tantangan keuangan negara. Pemerintah perlu terus mengevaluasi kebijakan pajak untuk memastikan bahwa kelas menengah tidak semakin terbebani oleh pengeluaran pajak yang meningkat, yang dapat memperparah kerentanan mereka terhadap kemiskinan.

Peningkatan pengeluaran pajak kelas menengah mencerminkan adanya pergeseran kebijakan pajak yang berfokus pada konsumsi, sejalan dengan upaya pemerintah untuk mengoptimalkan penerimaan negara. Akan tetapi, tantangan ke depan adalah bagaimana pemerintah dapat menyeimbangkan antara meningkatkan penerimaan pajak dan menjaga stabilitas ekonomi masyarakat kelas menengah, agar mereka tetap dapat bertahan di tengah ancaman kemiskinan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes:

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>